Rabu, 13 Juli 2011

Mitos "Lamun-lamun" Gua Margo Tresno

Nama              : Febrina Eka Cahyaristi
NPM               : 07.01.1.07.0021
Tingkat           : 4A
Jurusan          : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

MITOS “LAMUN-LAMUN” GUA MARGO TRESNO

G
ua Margo Tresno adalah salah satu tempat pariwisata yang ada di Kabupaten Nganjuk. Gua Margo Tresno menyuguhkan panorama alam yang indah dan nyaman. Banyak pengunjung yang datang sekedar untuk menikmati keindahan alamnya, namun tidak jarang pengunjung yang mendatangi tempat tersebut dengan tujuan tertentu, diantara-nya untuk bersemedi, mendapat kebahagia-an dalam hubungan rumah tangga maupun cinta kasih mereka.

Letak geografis Gua Margo Tresno
Gua Marga Tresno terletak di Desa Sugihwaras Kecamatan Ngluyu 35 Km arah utara pusat kota Nganjuk. Sejauh 650 m sebelum masuk pintu Gua Margo Trisno terdapat kolam renang Argo Mulyo yang biasa dijuluki kolam Ubalan yang berasal dari sumber air alam ubalan dengan airnya begitu jernih. Luas gua Margo Trisno lebih kurang 15×50 m.

Keadaan Gua Margo Tresno
Suasana alam di sekitar Gua Margo Tresno mempunyai panorama pegunungan yang cukup indah dan sejuk. Margo tresno dijuluki juga dengan Gua Lawa, karena di dalam gua tersebut banyak dihuni oleh kelelawar. Keadaan Gua tersebut cukup 

(Gambar 1 : bagian dalam Gua Margo Trisno)

memperihatinkan karena kurangnya ke-sadaran pengunjung untuk ikut menjaga kebersihan di lingkungan tempat wisata Gua Margotrisno. Harga tiket masuk ka-wasan Gua Margo Trisno Rp.2000,-/orang, sedangkan untuk sepeda motor dikenakan tarif  Rp.1000,-/ motor, dan kendaraan roda empat dikenakan tarif Rp.2000,-/kendara-an.

Sejarah mitos “Lamun-lamun” Gua Margo Tresno
Mitos atau legenda yang hidup di masing-masing kawasan di sekitar wilayah Ngluyu, pada dasarnya tidak bisa dilepas-kan dari daya linuwih yang dimiliki oleh para tokoh yang berada dan bertempat di wilayah tersebut. Menurut pemaparan dari Bapak Sarjito (51) Juru Kunci gua, pada masa perang Pajang, kawasan Gua Margo Tresno – Umbul Argomulyo (dulu disebut Ubalan) merupakan tempat persembunyian dan berada di bawah pengamanan pung-gowo yang bernama Tlimah. Seorang punggowo yang paling muda yang dikenal jagoan dan memiliki kesaktian dengan tugas utama untuk menjaga, menahan, menolak, memerangi dan melindungi dari segenap ancaman dan marabahaya agar tetap tercipta kehidupan yang aman dan damai dalam kehidupan sehari-hari. Berkat sawab linuwih yang dimiliki punggowo Tlimah ini, Guo Margo Tresno – Umbul Argomulyo ini kemudian tumbuh dan hidup sebuah kepercayaan bahwa kawasan ini merupakan kawasan yang sangat manjur dan paling tepat untuk melakukan kegiatan “lamun-lamun”. Terutama untuk kegiatan olah rasa dan olah pikir. Mulai mencari inspirasi, mencerahkan hati, niat, pikiran, dan membangun kembali ikatan kebahagiaan, serta kedamaian hati. Ter-masuk dalam urusan cinta kasih dan kebahagiaan hidup berumah tangga. Oleh karena itu dikawasan ini hidup pula sebuah mitos : “ bahwa kalau bahtera kehidupan rumah tangga rusak atau dirusak orang, apabila datang dan berdoa di kawasan Guo Margo Tresno – Umbul Argomulyo, maka doa mereka akan mudah terkabul”.
Mitos tersebut diperkuat dengan sebuah legenda kehidupan keluarga seorang petani yang memiliki anak bernama Djoko Drono, dengan kisah cerita seperti dituliskan kembali oleh R. Soewondo (1997) sebagai berikut : Konon kata sahibul hikayat pada zaman dulu didesa Sugihwaras Ngluyu ada seorang petani bernama Kertojoyo yang hidup rukun dengan istrinya bernama Dinem. Di desa ini Kertojoyo terkenal sebagai petani yang rajin, tekun, sederhana dan jujur. Diceritakan, Kertojoyo mempunyai anak laki-laki semata wayang berwajah tampan diberi nama Joko Drono. Konon ketika Joko Drono menginjak dewasa, Kertojoyo dan istrinya berkeinginan agar anaknya segera mempunyai istri. Pada suatu hari , Kertojoyo memanggil Joko Drono. Kepada anaknya Kertojoyo berkata : “Joko Drono anakku yang kusayangi, bapak dan embokmu akan senang dan berbahagia bila engkau segera punya istri, bapak dan embokmu berharap segera momong cucu.
(Gambar 2 : sumber Air Ubalan)

Karena itu bapak dan embokmu berharap engkau dapat mengerti dan menuruti keinginan bapak dan embokmu.” Joko Drono dengan jujur menjawab : “Bapak dan embok, saya rasa harapan ayah dan embok itu bagi saya adalah seperti peribahasa pucuk dicinta ulam tiba. Sebenarnya sudah agak lama saya akan memberitahu bapak dan embok, tetapi saya malu dan takut. Oleh karena bapak dan embok telah membuka jalan, terus terang memang saya sudah ingin punya istri dan sudah punya pilihan yaitu Yuwati anak paklik ( paman ) Marto di Desa Gampeng. Bapak dan embok juga sudah kenal dengan paklik Marto. Saya ingin segera beristri, tetapi pilihan saya hanya satu yaitu Yuwati.” Mendengar jawaban anaknya tersebut, Kertojoyo dan Dinem sangat senang dan setuju mempunyai calon menantu Yuwati yang cukup cantik.
 (Gambar 3 : bagian dalam Gua Margo Trisno)

Pada suatu hari Kertojoyo dan istrinya datang ke rumah Marto di Desa Gampeng untuk melamar Yuwati. Antara Kertojoyo dan Marto tercapai kata sepakat dan selanjutnya tinggal menentukan hari yang baik untuk pernikahan Joko Drono dan Yuwati. Diceritakan pada hari yang baik telah ditentukan Marto untuk mengadakan perhelatan pernikahan anak-nya yaitu Yuwati dan Joko Drono. Upacara pernikahan berlangsung lancar tanpa halangan apapun.
Konon dikisahkan perkawainan Joko Drono dengan Yuwati tidak mem-bawa kebahagiaan. Karena antara Joko Drono dan istrinya tidak dapat rukun sebagaimana yang diharapkan. Bahkan Joko Drono meskipun sudah menjadi suami Yuwati, namun tidak hidup serumah dengan Yuwati dan tetap tinggal di rumah orang tuanya. Sedangkan Yuwati juga tetap berada di rumah orang tuanya sendiri. Melihat kenyataan ini, baik orang tua Yuwati maupun orang tua Joko Drono sangat sedih. Hari kehari, bulan kebulan keadaan tidak berubah. Joko Drono dan Yuwati tetap belum dapat rukun. Karena itu Kertojoyo berusaha mencari pertolong-an kepada orang-orang pintar, antara lain ke Tuban, Bojonegoro, dan Jombang. Namun, semuanya tidak membuahkan hasil. Joko Drono sebenarnya sangat sedih dan malu, karena apa yang dicita-citakan ternyata tidak terwujud. Namun dibalik itu dengan penuh ke-sabaran, ia tetap menanti dan menanti sampai kapanpun. Bahkan ia bersumpah lebih baik mati daripada hidup tanpa Yuwati. Karena itu siang malam ia selalu memohon kepada Tuhan agar cita-citanya terkabul. Tersebut dalam cerita, pada suatu hari ketika perkawinannya dengan Yuwati genap 1 tahun, Joko Drono pamit kepada orang tuanya pergi ketengah hutan dengan maksud bersemedi secara penuh, mohon kepada Tuhan. Menjelang Subuh ketika Joko Drono telah tiga hari tiga malam bersemedi di tengah hutan, ia menerima wisik bahwa perkawinannya akan mendapatkan kebahagiaan bila ia dan Yuwati bersama-sama mau masuk ke sebuah goa yang ada di Desa Sugihwaras dengan syarat memilih hari yang baik dan dilaksanakan pada pagi hari sebelum jam 10.00.
Dikisahkan setelah mendapatkan wisik tesebut, Joko Drono segera pulang dan menceritakan kepada orang tuanya. Setelah Kertojoyo dan istrinya mendengar cerita anaknya, hatinya senang dan segera menghubungi besannya (Marto). Singkat-nya kedua belah pihak setuju dan diputus-kan akan dilaksanakn pada Hari Jum’at Kliwon. Pada hari yang telah menjadi kesepakatan tersebut, Joko Drono dan Yuwati dengan pakaian pengantin diantar oleh orang tuanya disertai sanak keluarga bersama-sama pergi ke goa. Setelah tiba di Goa , Joko Drono dan Yuwati bersama-sama masuk, sedang yang lain menunggu diluar.
Beberapa saat kemudian Joko Drono dan Yuwati keluar dari goa. Sungguh suatu keajaiban tidak seperti sebelumnya Joko Drono dan Yuwati ber-gandengan tangan dengan mesra, wajah tampak berseri-seri dan selalu tersenyum. Menyaksikan Joko Drono dan Yuwati yang tampak rukun dan mesra itu, semua yang menunggu di luar goa sangat heran. Orangtua Joko Drono dan orangtua Yuwati sangat gembira dan bersyukur. Selanjutnya pasangan tersebut segera diantar pulang ke rumah Marto. Pada malam harinya sebagai ungkapan rasa syukur, Marto mengadakan pementasan Seni Tayub. Kertojoyo dan istri juga hadir disamping undangan tamu-tamu lainnya. Konon diceritakan sejak saat itu Joko Drono dan Yuwati menjadi pasangan suami istri yang serasi, rukun dan bahagia. Dan sejak saat itu pula masyara-kat Sugihwaras percaya bahwa atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, goa yang ada di Desa Sugihwaras itu membawa berkah kerukunan dan kecintaan bagi pengantin yang tidak dapat rukun. Karena itu masya-rakat memberi nama goa tersebut” Margo Tresno”. Artinya , goa yang memberi jalan terpadunya cinta kasih.

Dampak yang terjadi pada masyarakat ten-tang mitos “Lamun-lamun” Gua Margo Tresno
Mitos Lamun-lamun Gua Margo Tresno sedikit banyak memberi dampak pada masyarakat, banyak pasangan muda-mudi bahkan suami istri yang datang ke gua Margo Tresno dengan pengharapan akan mendapat kesejahteraan dan kelang-gengan dalam membina hubungan/bahtera rumah tangga.

Kebenaran mitos “Lamun-lamun” pada masyarakat
Kebenaran mitos Lamun-lamun pada masyarakat sampai saat ini belum dapat dipastikan kebenarannya, hanya saja masyarakat yang datang tersugesti oleh mitos tersebut, dan hal itulah yang membuat keinginan mereka terwujud, karena dari sugesti tersebut masyarakat akan termotivasi untuk memperbaiki segala yang telah ada. Kita harus tetap meyakini segala sesuatu yang terjadi di dunia ini terjadi atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Foto, Teks, Dok: Cahyaristi.


2 komentar:

  1. perhatikan:gambar GUA MARGO TRESNO belum ada seharusnya diberi biar lebih jelas Ya?????????TERIMAKASIH @@@@@@@@@@@@@@@@@@

    BalasHapus
  2. Boleh minta nomer hp nya jurukunci guo margotrisno

    BalasHapus